Meskipun di bulan Ramadan ini, sebagian dari kita yang berpuasa hanya mengkonsumsi makanan pada saat berbuka dan sahur, apakah Anda merasa bahwa makanan yang Anda masak atau beli terkadang terlalu excessive? Berapa kali Anda menyesali makanan yang tidak terkonsumsi; entah karena terlalu banyak, tidak begitu suka dengan rasanya, atau alasan lain. Fenomena lapar mata ini justru memuncak di bulan Ramadan, bulan di mana poin utamanya adalah mengontrol diri. Hati-hati, ya, sebab hal ini bisa memperbanyak limbah pangan yang akan membahayakan bumi kita.
Percayakah Anda, bahwa permasalahan limbah pangan atau food waste merupakan isu teraneh dan terbodoh dalam daftar isu krisis iklim? Letak keanehan dan kebodohan permasalahan food waste ada pada jukstaposisi kedua hal berikut; kelaparan atau food insecurities, dan bahan makanan yang terbuang percuma. Logikanya, dengan bertambahnya populasi di bumi, permintaan akan bahan pangan akan semakin naik. Bencana kelaparan dan food insecurities pun merajalela sebab kurangnya distribusi pangan yang optimal, atau banyak faktor lain yang memengaruhi. Tapi anehnya, bahan pangan kita banyak sekali yang terbuang sia-sia. Aneh, bukan? Makanan yang terbuang diukur bisa mencukupi kebutuhan semua orang di dunia. Lalu, bagaimana hal ini bisa terjadi? Simak penjelasan berikut!
Sepertiga atau lebih dari 30% bahan pangan di dunia ini dibuang, setara dengan 1,3 miliar ton bahan pangan. Masalahnya, tidak semua makanan yang terbuang itu tidak bisa dimakan. Pada tahap awal bahan pangan, khususnya di pemanenan, sebagian besar dari makanan yang dibuang adalah karena tidak memenuhi standard pengemasan pabrik – terlalu kecil, berbentuk aneh, berbeda warna, dan lain sebagainya. Pada tahap kedua, yaitu di distribusi, sebagian makanan menurun kualitasnya karena pembungkus yang tidak aman, area penyimpanan yang tidak aman, atau kondisi medan pengiriman bahan pangan yang menyebabkan kualitasnya menurun. Selanjutnya, pada tahap ketiga yaitu di pasaran, bahan pangan diseleksi lagi lebih ketat dengan tujuan “menghadirkan bahan pangan kualitas top untuk konsumen” yang secara tidak langsung, membuang banyak sekali bahan pangan yang tidak lolos standard tersebut – meski masih sangat layak konsumsi – . Lingkaran ini terjadi selama berdekade-dekade, di seluruh dunia.
Menilik kembali pada kalimat pembuka artikel ini, bahwa food waste menjadi salah satu isu dalam daftar isu krisis iklim. Saya akan membantu menjelaskan korelasinya. Sebenarnya sangat sederhana; ketika sebuah bahan makanan dibuang, energi yang dihabiskan untuk menumbuhkan bahan makanan tersebut ikut terbuang. Ketika Anda membuang sebutir kentang dari kulkas, yang terbuang bukan hanya kentang tersebut, akan tetapi labour yang diperlukan untuk menumbuhkan kentang, air yang digunakan untuk mengairi ladang kentang, solar yang digunakan untuk menjalankan traktor untuk membajak ladang kentang, dan seterusnya. Singkatnya, food waste menjadi masalah krisis iklim karena energi yang digunakan untuk mengolah makanan tersebut ikut terbuang. Selain itu, bahan makanan melepaskan gas metana yang berkali-kali lipat lebih menghangatkan bumi daripada karbon dioksida. Dalam skala besar, gas metana yang dilepaskan oleh limbah pangan dapat mempercepat pemanasan global.
Solusi yang mungkin terlihat kecil akan tetapi perlahan mengurangi beban food waste, tanpa Anda sadari adalah rumah makan dengan sistem ambil sendiri – prasmanan, apabila diistilahkan dengan istilah lokal. Dengan sistem ini, rumah makan dapat menjual makanan dengan porsi yang cukup untuk masing-masing konsumen, tanpa khawatir makanan akan banyak terbuang. Namun, solusi ini tidak akan menyelesaikan masalah limbah pangan apabila secara struktural isunya tidak diselesaikan bersama. Fasilitasi bisnis agrikultur perlu ditingkatkan, termasuk pengadaan area penyimpangan bahan pangan yang memadai. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintah, yang memiliki sumber daya dan kewenangan. Selain itu, sebagai individu, kita bisa ikut andil dengan mengubah perilaku konsumen supaya lebih mindful dalam berbelanja dan mengolah bahan pangan, terutama di bulan suci ini.